Rabu, 18 Maret 2015

Emak

Ketika dia bilang, "Mama sedih Kakak kipasnya rusak dan gak bisa benerin..." dengan suara bergetar, hati gw patah.

Ketika dia bilang, "Itu urusan Mama, Kakak gak usah mikirin, Mama pengen cerita aja," hati gw patah.

Ketika dia nangis diam-diam, hati gw patah.

Ketika dia bilang, "Kakak jangan nangis," dengan mata berkaca-kaca, hati gw patah.

Ketika semua yang dia lakukan adalah buat gw, dan dia gak peduli sama dirinya sendiri, hati gw patah.

Ketika gw sadar dia pura-pura kuat, hati gw patah.

Ketika gw cuma bisa duduk diem sementara dia berusaha buat gw sepenuh tenaga, ketika gw cuma bisa nyusahin, ketika gw cuma bisa support dengan kata-kata, hati gw patah.

I missed her so much, yang pengen gw lakukan adalah lari ke rumah, meluk dia, nangis dan bilang everything is going to be okay, gw ada disana, gw bakal ngelakuin apa aja. Tapi, everything is not okay. All things start to fall apart.

Ada perjanjian tak terucap antara kami berdua, bahwa kami harus wanita kuat, harus selalu senyum, gak boleh pantang menyerah, bahkan meskipun tanah yang dipijak berguncang dan berniat menghancurkan.

Tapi malem ini gw cuma pengen meluk dia dan cerita semuanya, bahwa malam ini, gw gak bisa jadi cewek kuat.

Cuma itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar