Kamis, 10 November 2016

"Nanti kalo gua diketawain, gimana?"

Sewaktu gw mengikuti Perkemahan Ilmiah Remaja Nasional beberapa tahun yang lalu, seorang dosen dari UGM menjatuhkan sebuah bom ke dalam kelas. "Mengapa kalian tidak bertanya?"

Pertanyaan itu muncul karena si Ibu sudah membicarakan bahasannya selama kira-kira setengah jam, tapi tidak ada reaksi dari peserta, termasuk gw. Pertanyaan itu mengundang pandangan bingung, lirik sana-sini, muka-muka menunduk menghindari tatapan beliau. Apa yang dibahas waktu itu, gw gak inget. Tetapi, bagian ini gak bisa ilang dari otak sampe sekarang.

"Saya heran, mengapa orang Indonesia itu enggan sekali bertanya?" beliau berjalan keliling kelas dengan ekspresi sebal. "Kalian tinggal angkat tangan, bertanya, saya menjawab, semua paham, perkemahan ini tidak sia-sia. Kalo di luar negeri, ada satu hal yang membingungkan sedikit saja, pasti mereka nanya. Saya yakin, materi tadi gak sepenuhnya dipahami Anda."

Dalam hati, gw ketawa mencemooh. Ini orang ngomong apa dah, pikir gw kala itu. Bisa-bisanya nantang kita buat nanya. Kalo gw nanya, nanti gw diejek, lagi. Dibilang "sok tau", "sok pinter", pokoknya depannya 'sok'. Emangnya dia mau nanggung malunya kita-kita?

"Hala boong lu Sar, mana ada kalo nanya diketawain," mungkin gitu yang baca ini tulisan. Tapi ini beneran, ges. Fenomena ini terjadi.

Dari kecil, gw suka banget baca. Novel, komik, koran, buku hukum punya om, buku akuntansi punya sepupu, dibaca aja. Tentu aja dong, banyak topik yang sulit buat dipahami anak SD, membuat gw suka bertanya. Tentang kecelakaan, kasus korupsi, DPR-MPR, apa itu debit kredit, kenapa bensin harganya naik turun, kenapa kebijakan presiden ini membuat masyarakat itu marah, blablabla. Those kind of questions.

Akibatnya? Di kalangan keluarga, gw dipanggil "Rungsing." Artinya bikin pusing, ruwet. Banyak nanya, banyak bacot. Kalo muka gw nongol, terus ada buku disitu, pasti diumpetin sama om, tante, sepupu, biar gw gak baca, jadi gak nanya. Membuat gw belajar untuk mencari tahu segalanya sendiri, kurangin nanya-nanya.

Hingga gw SMP, gw mengalami dilema. Pembina KIR waktu itu, Bu Ria, sangat senang dengan sikap gw yang kepo abis, tingkat curiosity tinggi (tidak berlaku untuk pelajaran), tapi kalo gw nanya apa-apa di kelas, temen-temen gw ngeliatin dengan makna "Duh lu lagi, lu lagi, gak bosen apah?"

Gw lalu belajar. Adaptasi. Mengurangi pertanyaan yang keluar untuk menghindari tatapan itu. Gw jadi salah satu dari mereka : manusia-manusia berotak kosong yang kerjanya ngeledekin orang nanya. Gw yakin satu hal : pasti ada orang-orang yang kayak gw, yang suka melontarkan pertanyaan, kepo,  akhirnya menyingkirkan keingintahuannya karena gak mau diejek orang lain.

Sekarang, di bangku kuliah, dilema ini kembali terjadi. Sebagian dosen mengeluh karena mahasiswanya tidak bertanya, sebagian mendengus ketika mendengar mahasiswanya bertanya. Lagi forum, yang nanya diketawain, giliran nanya dijawab "Ya tau sendirilah, masa harus nanya." Di organisasi, pas kita salah, dimarahin karena gak nanya senior, "Kenapa sih kamu gak nanya?", eh pas nanya, dijawabnya "Masa kayak gitu aja nanya, udah kuliah tau." Eleuh eleuh, maunya apa sih?

Intinya : belajar sebanyak-banyaknya. Kalo ada bingung barang hanya seupil, nanya aja. Kalo ada yang ledekin, kasih tatapan maut. Jaman udah maju begini, masih mau keseret budaya-budaya lawas yang bikin bodoh?

Yang sering ngeledekin... mending belajar lagi gih, biar ikutan nanya. Daripada kata-katanya dibuang buat ngatain orang. Dosa, tau.

Sumpah sumpah apa sih yang ditakutin?!


Dari maha-agak-siswa yang kesel gegara temen-temennya takut nanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar