Senin, 06 Februari 2017

Ah, Aku Ini

Sebenernya udah berapa lama ya aku menjauhi tatapanmu? Aku gak ingat jelas. Tapi rasanya menyakitkan, walau memudahkan.

Setiap kali kita bicara, kulempar pandangan ke keningmu, manusia sebelahmu, gerakan di belakangmu. "Jangan lihat matanya," otakku memerintah, dan aku mematuhi.

Apalagi ketika kamu menjauh. Itu membuat usaha jauh lebih mudah. "YES! Dia pergi!" batin berteriak gembira, meski hati menangis karena dibuat patah. Ya, tapi, apa mau dikata. Aku tau ini semua untuk menghindari rasa sakit yang lebih parah.

Sampai hari itu.

Ketika dengan bodohnya aku menuruti keinginan. Ketika aku merasakan tatapanmu ke wajahku. Ketika aku membiarkan logika. Ketika dengan tololnya aku mengacuhkan perintah kepalaku untuk tidak melaksanakannya. Ketika aku tidak mampu menghindar barang sedetik.

Jadi kutatap matamu.

Awalnya biasa. Detik berlalu, kemudian semuanya kembali. Semua perasaan yang sudah kubuang ke recycle bin otak, menuju ke tempat semula. Seluruh pikiran tentang kamu yang kukunci dalam peti hati rapat-rapat, berhamburan keluar. Segalanya menghantam.

Aku tidak bisa berpaling.

Menit itu, dalam pandangan itu, aku paham kamu tidak akan sadar. Kamu tidak akan memiliki perasaan apapun untuk aku. Aku tahu. Tapi, aku tidak bisa mencegah.

Dengan bangga, beberapa minggu yang lalu aku menyatakan diri aku bebas dari pikat kamu (setelah tangisan yang begitu mengerikan, tentunya). Ternyata, gak juga. Ketika mataku terkunci sama kamu, semua kembali.

Sialan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar