Jumat, 26 Oktober 2018

Tentang Dukungan dalam Diam

Apa yang terjadi ketika kamu biasanya tinggal sendirian, lalu hidup bersama orang lain?

Ketika kamu tinggal sendirian, batinmu itu hanya terisi oleh suaramu sendiri. Apa yang kamu lakukan tidak mengganggu barang siapa juga. Yang berada sama kamu ya hanya dirimu, yang menganggu kamu ya itu kamu sendiri. Kalau ada kuesioner penjualan yang bertanya, "Siapa pengambil keputusan rumah tanga di rumah Anda?" yang kamu centang adalah kotak bertuliskan diri kamu sendiri.

Pasti ada penyesuaian yang harus kamu lakukan ketika dari sendiri menjadi bersama. Bahkan bersama orang terdekat sekalipun. Ketika pengambil keputusan sudah bukan batinmu lagi. Ada orang-orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusanmu.

Aku bukanlah orang yang cepat mengambil keputusan jika berhubungan dengan diriku sendiri. Tentang karir, sahabat, asmara. Bahkan sekedar memulai nonton serial, pun, aku mikir. Apa bagus? Gak juga. Apa jelek? Ya nggak. Memang menambah waktu yang merepotkan aja. Wong orang lain ya barang sedetik sudah bisa ambil keputusan, aku yo masih aja mikir. Mikir, mikir, mikir.

Empat tahun terakhir, aku terbiasa mikir sendiri. Mengambil keputusan karena diriku. Tapi, sekarang, sudah gak bisa begitu. Tinggal balik bersama keluarga, tiap pilihan baru yang muncul, harus kukomunikasikan. Dan semua orang mau memberikan pendapat mereka. Semua orang bilang keputusanku ngaruh ke hidup mereka. Aku tau maksudnya baik, tapi malah bikin tambah bingung. Aku harus kemana?

Biar begitu, aku tau betul sebenernya aku tipe orang yang butuh ambil keputusanku sendiri. Karena akhirnya, ketika aku ambil keputusan atas pengaruh orang lain, ujung-ujungnya ya aku gak komitmen seperti aku yang biasanya. Dan parahnya, udah tau aku itu lama mikir, aku butuh orang yang paham bahwa pada kenyataannya aku emang tukang mikir. Aku butuh orang yang bisa ngasih dukungan dalam diam, tanpa berargumen apa-apa. Membawa keputusan balik ke aku lagi. Membantu pro-kontra, mungkin, tapi tetep ujungnya orang itu mengarahkan batinku yang ngetok palu aku harus apa.

Tiap hari Minggu, ada jendela waktu kosong di pagi hari untuk aku sendiri. Bisa mendengar suaraku yang paling dalam. Aku itu maunya apa. Tapi, kadang, aku ingin ada dukungan diam. Entah bakal ada atau nggak nantinya.

Satu petuah dari novel remaja yang pernah aku baca bilang, cewek-cewek tipe aku ini butuh tempat pulang yang menginginkan aku, bukan membutuhkan aku. Jaman aku remaja, aku gak ngerti maksudnya. Sekarang, aku paham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar